Blogger Widgets

Selasa, 23 Agustus 2016

Euthanasia Dalam Pandangan Islam



A.    Pengertian Euthanasia
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177) Jadi euthanasia artinya membiarkan seseorang mati dengan mudah dan baik. Euthanasia juga dapat didefinisikan sebagai “pembunuhan dengan belas kasihan” yang dilakukan terhadap orang sakit, luka-luka atau lumpuh yang tidak memiliki harapan untuk sembuh. Dapat pula didefinisikan sebagai mencabut nyawa seseorang dengan sebisa mungkin tidak menimbulkan rasa sakit.
Dalam ajaran islam euthanasia dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut.

Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan menghendakinya.
Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
Dewasa ini orang menilai eutanasia terarah pada campur tangan ilmu kedokteran yang meringankan penderitaan orang sakit atau orang yang berada di sakratul maut. Kadang-kadang proses “meringankan penderitaan” ini disertai dengan bahaya mengakhiri hidup sebelum waktunya. Dalam arti yang lebih sempit, eutanasia dipahami sebagai mercy killing, membunuh karena belas kasihan, entah untuk mengurangi penderitaan, entah terhadap anak tak normal, orang sakit jiwa, atau orang sakit tak tersembuhkan. Tindakan itu dilakukan agar janganlah hidup yang dianggap tak bahagia itu diperpanjang dan menjadi beban bagi keluarga serta masyarakat.
Dari perjalanan arti eutanasia sendiri kelihatan adanya suatu pergeseran arti. Eutanasia yang pada awalnya berarti kematian yang baik, dewasa ini diartikan sebagai tindakan untuk mempercepat kematian.
Unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut:
1.      Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
2.      Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien.
3.      Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.
4.      Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.
5.      Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

B.     Macam-macam Euthanasia
Secara umum euthanasia dapat dikelompokkan menjadi dua katagori:
1. Euthanasia Pasif/Negatif
Yaitu tindakan membiarkan pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar (koma). Karena berdasarkan usulan medis sudah tidak ada harapan hidup (tidak ada tanda-tanda kehidupan) yang disebabkan karena rusaknya salah satu organ, tidak berfungsinya jantung dan lain-lain. Dengan kata lain tenaga medis tidak lagi melanjutkan bantuan atau menghentikan proses pengobatan.
Contohnya:
Seseorang penderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa. Hingga penderita pingsan, menurut pengetahuan medis orang yang sakit ini tidak ada harapan untuk bisa hidup normal lagi (tidak ada harapan hidup). Sehingga si sakit tersebut dibiarkan mati secara alamiah, karena walaupun peralatan medis digunakan sudah tidak berfungsi lagi bagi pasien.
Firman Allah dalam surat Ali Imran 156:

 وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.....
“....Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Ali Imran:156)
2. Euthanasia Aktif
Yaitu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan memberikan suntikan atau polesan alat-alat bantu pengobatan. Seperti: saluran oksigen, alat pembantu jantung dan lain-lainnya. Sementara pasien sebenarnya masih menunjukkan adanya harapan hidup berdasarkan usulan medis.
Firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 29:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا.....
".....Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang Kepadamu". (QS. An Nisaa:29)

C.     Faktor-faktor penyebab Euthanasia
Pasien yang melakukan euthanasia dengan memperhatikan beberapa alasan:

1. Faktor Ekonomi
Yaitu salah satu sebab bagi seseorang untuk melakukan euthanasia, dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan yang sangat mahal, sehingga pasien dibiarkan dengan peratan medis yang seadanya, padahal pasien tersebut membutuhkan pengobatan yang meksimal untuk mengobati penyakit itu. Faktor ekonomi ini sangat berpengaruh dalam pengobatan pasien, apalagi pada zaman sekarang ini, semua perlatan medis sulit dijangkau oleh masyarakat biasa (miskin).
2. Pertimbangan Sarana dan Petugas Medis
Argumen pemikiran ini didasarkan atas pengutamaan seseorang individu diatas individu yang lain, dengan alasan apabila ada pasien yang masih muda dan diprediksikan lebih berpeluang untuk sembuh. Dengan alasan semacam ini, petugas medis lebih mengutamakan pasien yang lebih muda tersebut. Namun bagi seorang muslim, masalah seperti ini tidak diindahkan, hal ini di tegaskan di dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 145:

....وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang Telah ditentukan waktunya". (QS. Ali Imran:145)
Dengan demikian tidak ada jaminan bahwa pasien yang sakit ringan mampu hidup lebih lama ketimbang pasien yang sakit parah. Padahal kematian seseorang tidak akan terjadi kecuali atas kehendak-Nya.

3. Mati Dengan Layak
Artinya bagi pasien yang sekarat yang diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menikmati apa yang mereka inginkan daripada terbaring ditempat tidur, yaitu dengan memberikan obat dalam dosis yang mematikan, sehingga si pasien tidak dengan cepat mengakhiri hidupnya, padahal tindakan semacam ini sama saja dengan bunuh diri dan merupakan dosa besar dalam pandangan Islam.
Hadits Rasulullah dari Anas bin Malik yang artinya:
"Janganlah seseorang diantara kamu mengharapkan mati dikarenakan oleh musibah yang menimpanya: tetapi jika ia mengharapkan mati, hendaknya ia mengatakan: "ŷₐ Allah, panjangkanlah umurku jika itu yang terbaik bagiku dan matikanlah aku jika kematian adalah yang terbaik untukku"
Karena itu, seseorang muslim harus selalu berserah diri (tawakal) kepada Allah dan kesedihan tidak boleh dibiarkan melanda selama masa-masa buruk yang dialaminya, kendati harus pasrah menerima datangnya kematian, seseorang tidak boleh kehilangan harapan akan kasih sayang Allah. (Abdul Fadl Mohsin Ebrahim. Telaah Fiqh dan Biotika Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2001, hal. 154 )

D.    Sejarah Euthanasia
Sebenarnya, persoalan euthanasia bukanlah hal yang baru. Sepanjang sejarah manusia, euthanasia sudah diperdebatkan dan dipraktekkan. Sejarah euthanasia dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
1.       Lingkup Budaya Yunani-Romawi Kuno
Perdebatan euthanasia dalam era ini dapat dilihat dari pandangan beberapa tokoh kuno. Posidippos, seorang pujangga yang hidup sekitar tahun 300-an sebelum Masehi, menulis, “Dari apa yang diminta manusia kepada para dewa, tiada sesuatu yang lebih baik daripada kematian yang baik (Fr. 18)”. Philo, seorang filsuf Yahudi yang hidup sekitar tahun 20 BC – 50 AD, mengatakan bahwa euthanasia adalah ‘kematian tenang dan baik’.
Suetonius, seorang ahli sejarah yang hidup sekitar tahun 70-140 Masehi memberitakan kematian Kaisar Agustus sebagai berikut: “Ia mendapat kematian yang mudah seperti yang selalu diinginkannya. Karena ia hampir selalu biasa mohon kepada dewa-dewa bagi dirinya dan bagi keluarganya ‘euthanasia’ bila mendengar bahwa seseorang dapat meninggal dengan cepat dan tanpa penderitaan. Itulah kata yang dipakainya” (Divus Augustus 99). Cicero, seorang sastrawan, hidup sekitar tahun 106 BC, memakai istilah euthanasia dalam arti ‘kematian penuh kehormatan, kemuliaan dan kelayakan’ (Surat kepada Atticus 16.7.3). Seneca, yang bunuh diri tahun 65 M malah menganjurkan, “lebih baik mati daripada sengsara merana“.
2.      Zaman Renaissance
Pada zaman renaissance, pandangan tentang euthanasia diutarakan oleh Thomas More dan Francis Bacon. Francis Bacon dalam Nova Atlantis, mengajukan gagasan euthanasia medica, yaitu bahwa dokter hendaknya memanfaatkan kepandaiannya bukan hanya untuk menyembuhkan, melainkan juga untuk meringankan penderitaan menjelang kematian. Ilmu kedokteran saat itu dimasuki gagasan euthanasia untuk membantu orang yang menderita waktu mau meninggal dunia. Thomas More dalam “the Best Form of Government and The New Island of Utopia” yang diterbitkan tahun 1516 menguraikan gagasan untuk mengakhiri kehidupan yang penuh sengsara secara bebas dengan cara berhenti makan atau dengan racun yang membiuskan.
3.      Abad XVII-XX
David Hume (1711-1776) yang melawan argumentasi tradisional tentang menolak bunuh diri (Essays on the suicide and the immortality of the soul etc. ascribed to the late of David Hume, London 1785), rupanya mempengaruhi dan membuka jalan menuju gagasan euthanasia.
Tahun 20-30-an abad XX dianggap penting karena mempersiapkan jalan masalah euthanasia zaman nasional-sosialisme Hittler. Karl Binding (ahli hukum pidana) dan Alfred Hoche (psikiater) membenarkan euthanasia sebagai pembunuhan atas hidup yang dianggap tak pantas hidup. Gagasan ini terdapat dalam bukunya yang berjudul : Die Freigabe der Vernichtung lebnesunwerten Lebens, Leipzig 1920. Dengan demikian, terbuka jalan menuju teori dan praktek Nazi di zaman Hittler. Propaganda agar negara mengakhiri hidup yang tidak berguna (orang cacat, sakit, gila, jompo) ternyata sungguh dilaksanakan dengan sebutan Aktion T4 dengan dasar hukum Oktober 1939 yang ditandatangani Hitler.

E.     Euthanasia di Indonesia
Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia. Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:

Pasal 338 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP:          
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia, yaitu:
Pasal 345 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap nyawa manusia dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa sebenarnya pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda) telah menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya yang paling berharga. Oleh sebab itu setiap perbuatan  apapun motif dan macamnya sepanjang perbuatan tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal ini dianggap sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.
Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama, ras, warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia Indonesia dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya terhadap masalah euthanasia ini.
F.      Pandangan Islam Tentang Euthanasia
Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena itulah, islam melarang seseorang bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya jiwa yang bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya sendiri.Sebaliknya, jiwa merupakan titipan allah SWT yang harus dipelihara dan digunakan secara benar.  Maka dari itu dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri).Sesungguhnya Allah SWT Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkan ke dalam api neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
Dalam komentarnya (tentang ayat ini), Imam Fakhurrazi menyatakan bahwa secara fitrah, manusia beriman tidak akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu_misalnya karena frustasi,mengalami kegagalan, dan sebagainya_ akan terbuka peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka itulah, AL-Qur’an melarang keras kaum mukmin untuk melakukan bunuhdiri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam islam untuk dianjurkan untuk segera berobat. Sebab, orang berobat pada hakikatnya  dalam rangka mempertahankan kehidupannya.
Rasulullah bersabda:
ان الله عز وجل حيث خلق الداء خلق الدواء فتدووا
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan penyakit beserta obatnya. Karena itu, berobatlah”.
Hadis ini memotivasi kepada manusia agar ketika sakit hendaknya berobat untuk kesembuhan penyakitnya. Karena setiap penyakit yang diturunkan oleh allah itu pasti ada obatnya. Meskipun kadang kala, manusia belum mengetahui obatnya. Yang terpenting bagi manusia adalah bahwa ia telah berikhtiar untk menyembuhkan penyakitnya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Sebagai bukti keseriusannya, islam memberikan ancaman dan sanksi yang sangat tegas bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:
 “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya. Allah murka dan mengutuk kepadanya dan menyediakan adzab yang besar baginya.”
Pada persoalan euthanasia positif, jika inisiatif untuk melakukan euthanasia itu muncul dari pasien, maka dokter hanya dikenakan ta’zir. Dalam hal ini kebijakan penuh atas kebijakan hakim.Sedangkan, si pasien justru dianggap sebagai orang yang melakukan bunuh diri.
Lalu, bagaimana halnya dengan euthanasia negative? Persoalan ini tentu berbeda dengan dengan yang pertama (euthanasia positif). Tidak lain karena, dalam hal ini si dokter sudah tidak mampu lagi member pertolongan medis. Karena itu dia tidak bisa dipersalahkan begitu saja.Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatan dan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.

G.    Pendapat Kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.
1.      Kalangan Syafi’iyah
Secara global, kalangan Syafi’iyah dan jumhur Ulama’ membagi pidana pembunuhan menjadi tiga,
pertama, pembunuhan secara sengaja(al-qatl al-‘amd). Yakni, pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan alat atau benda yang biasanya dapat mematikan.Seperti pisau, sabit, besi, racun, dan lain sebagainya.
Kedua,pembunuhan semi sengaja (al-qatl al-syabih al-‘amd).Yaitu, pembunahan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan benda yang biasanya tidak mematikan. Misalnya memukul secsra pelan dengan menggunakan tangan,cambuk atau kerikil kecil.
Ketiga, pembunuhan keliru(al-qatl al-khatha).Artinya pembunuhan secara tidak sengaja, misalnya seseorang jatuh mengenai orang lain, lalu orang tersebut mati.
2.      Kalangan Hanafiyah
Lain halnya dengan hanafiyah, mereka membagi bentuk pidana pembunuhan menjadi lima macam, yang meliputi tiga jenis pembunuhan versi jumhur di tambah dengan dua versi mereka.
Pertama, pembunuhan yang diserupakan dengan pembunuhan yang keliru. Misalnya, seseorang yang sedang  tidur lalu terjatuh mengenai orang lain lalu kemudian menyebabkan orang itu mati.
Kedua, pembunuhan dengan penyebab secara tak langsung. Seperti, menggali lobang ditengah jalan umum, lalu ada orang terperosok kedalamnya, kemudian ia mati.
3.      Kalangan Malikiyah
Kelompok malikiyah hanya membagi kepada dua pidana seperti diatas, yakni al-‘amd dan al-katha’.Alasan mereka karena didalam al-Qur’an hanya dibagi menjadi dua jenis pembunuhan tersebut.Selebihnya, lanjut mereka, tidak ada dasar nashnya.
Dari penjelasan diatas, euthanasia aktif bisa masuk dalam pembunuh sengaja.Karena dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas menggunakan obat yang pada biasanya memang bisa mempercepat kematian si pasien.Konsekuensinya, si pelaku _dalam hal ini dokter_ dikenakan hukun qishash. Bahkan jika ada ahli waris yang turut mendukung praktik tersebut, maka dia tidak dapat memperoleh warisan. Sebagaimana bunyi qaidah fiqh:
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
“Barang siapa mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka terlarang sebab tindak mempercepatnya itu”.
Kaitannya dengan kaidah ini, bahwa seorang ahli waris yang berusaha untuk membunuh orang, agar bisa mewarisi harta oarng tersebut, tidak akan memperoleh bagian warisannyadi kemudian hari. Ini merupakan kutukan islam atas orang-orang yang punya ambisi tinggi untuk bisa memperoleh warisannya (sebanyak-banyaknya) sebelum waktu yang semestinya.

H.    Pendapat Syeh Sulaiman al-Bujairimi.
Beliau menegaskan:
ويسن التدوي لخبر إن الله لم يضع داء إلا جعل له دواء غير الهرم. قال في المجموع فإن ترك التداوي تواكلا على الله فهو أفضل ويكره إكراه المريض عليه. 
Orang-orang yang sedang sakit disunnahkan berobat, karena ada hadits,’sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menyertakan obatnya kecuali tua renta. (imam al-Nawawi) berkomentar dalam kitab al-Majmu’, jika seseorang yang sakit tidak mau berobat semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal itu lebih utama. Maka makruh hukumnya memaksa ia untuk berobat”
Jika mengikuti jalur ini, menjadi sangat boleh membiarkan kondisi tanpa harus diobati, pasien yang sudah pasrah total kepada Allah SWT. Tindakan dokter atau juga keluarganya membiarkan penyakit pasien berlarut-larut tidak bisa dipisahkan. Karena, barang kali, kondisi inilah yang dikehendaki si pasien. Kalaupun harus mati, si pasien bisa merasa tenang tanpa memikirkan keluarganya dengan tumpukan biaya hutang selama ia sakit misalnya.
Juga, karena mati, pasien bisa lebih cepat bertemu tuhannya. Tuhan yang memang sudah dirindukannya sejak lama. Karena itu ia tak ingin ada yang menghalangi. Termasuk dengan cara memberi obat padanya. Keinginannya sudah bulat.Maka jangan sekali kali menghalangi keinginan mulia dia ini.

I.       Berobat dalam Islam
Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syari’at islam ditegakkan, terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;
1.       Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الله أنزل الداء والدواء ، وجعل لكل داء دواء ، فتداووا ، ولا تتداووا بالحرام

‘’Sesungguhnya  Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.’’ (HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’ 2643)
2.       Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يا رسول الله ألا نتداوى ؟ قال : ( تداووا ، فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء إلا داء واحد ) قالوا : يا رسول الله وما هو ؟ قال : ( الهرم )

‘’Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,’’berobatlah, karena sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi bersabda,’’penyakit tua.’’ (HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)
Hukum Berobat
1.      Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a.       Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan jiwa adalah wajib.
b.      Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c.       Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d.      Jika penyakit diduga kuat  mengakibatkan kelumpuhan total, atau  memperburuk penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
2.      Berobat menjadi sunnah/ mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat menjadi sunnah baginya.
3.      Berobat menjadi mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat.
4.      Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
a.      Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
b.      Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.
c.       Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim  menjadi sadar dengan penyakit yang diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.
d.      Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab kesabarannya.
Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi wajib.

5.      Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram, seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

BAGAIMANA DENGAN SEBAGIAN SALAF YANG TIDAK BEROBAT?
Adapun hadits- hadits yang dhohirnya menunjukkan tidak berobat itu lebih utama, maka hal itu hanya dalam kondisi tertentu saja.
Seperti  hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang perkataan beliau  kepada Atho’

هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي قَالَ إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ فَقَالَتْ أَصْبِرُ فَقَالَتْ إِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا

 


DAFTAR PUSTAKA

H. Abu Yasid,Fiqh Realitas,Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2005.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Media Presindo, 2002
https://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia (Diakses pada 13 September 2015 pukul 00:23)
http://al-atsariyyah.com/euthanasia-dalam-perspektif-islam.html (Diakses pada 26 September 2015 pukul 23:59)
http://Hukum-Kesehatan.web.id/AspekHukumdalamPelaksanaanEuthanasiadi           Indonesia«HukumKesehatan (Diakses pada 27 September 2015 pukul 05:45)

DOWNLOAD DALAM BENTUK FILE DISINI:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar